Kondisi Dua Wartawan KOrban Penganiayaan Oknum Auri di Medan mulai membaik,

Wartawan Korban Penganiayaan/ foto net

MEDAN Newshanter.com– Dua wartawan Andri Syafrin Purba (36) dari MNC TV dan Array Argus (27) dari harian Tribun Medan keadaannya mulai membaik setelah menjadi korban tindak kekerasan dari oknum TNI AU dari Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo Medan pada Senin 15 Agustus 2016.

Setelah sempat terkulai lemas, keduanya kini sudah dapat duduk. Namun, mereka masih merasakan sakit di sekujur tubuh. Dari hasil pemeriksaan sementara, Andri Syafrin mengalami luka lecet di bagian tangan. Lalu yang terparah, ia mengalami retak tulang leher.

“Sekarang masih dirawat di Rumah Sakit Royal Prima. Tapi, sudah enakan,” ujar Fauzi, adik dari Syafrin, Selasa (16/8/2016).Sementara kondisi Array masih lebih baik dari Andri Syafrin. Ia bahkan sudah diperbolehkan pulang.

“Kita masih menunggu hasil pemeriksaan tulang rusuk Array yang diduga patah. Dia sempat merasakan sakit yang luar biasa dibagian rusuknya. Tapi, sekarang sudah di rumah,” sebut Ryan, rekan Array.

PANGLIMA Komando Operasi TNI AU I Marsda Yuyu Sutisna meminta maaf

Sementra itu Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsda Yuyu Sutisna meminta maaf terkait insiden penganiyaan yang menimpa dua jurnalis di Medan, Sumatera Utara. Kedua pewarta itu menjadi korban lantaran tidak bisa menunjukan kartu identitas saat terjadi bentrokan di lokasi perkara.

“Saya sebagai Pangkoops I AU minta maaf dan ke depan tidak akan mengulangi lagi hal tersebut,” ujar Yuyu di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (16/08/2016).

Kala itu pihak TNI AU sudah memberikan ruang kepada wartawan yang hendak meliput aksi unjuk rasa sengketa tanah di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Medan, pada Senin (15/08/2016).

Saat terjadi benturan, lanjut dia, dua jurnalis yang sudah membaur dengan massa tidak bisa menunjukan tanda pengenal sehingga petugas sulit membedakannya. Kedua awak media itu adalah Array Argus dari Tribun Medan dan juru kamera MNC TV Andri Safrin.

“Untuk rekan-rekan wartawan sudah dikoordinir, namun karena terjatuh dan kartu identitas yang dipakai tergantung di leher belakang sehingga tidak terlihat,” ujarnya.

Yuyu menampik insiden itu menyebkan kedua korban menderita luka serius. Hasil rontgen di RS Lanud Medan menyebutkan tidak ada tulang rusuk patah seperti informasi yang beredar.

Meski demikian, sambung dia, TNI AU akan bertanggung jawab dan menanggung biaya pengobatan hingga kedua korban pulih. Ia pun menegaskan bakal menindak personel yang terbukti melakukan penganiayaan.

“Saya sudah bertemu dan diskusi dengan rekan (wartawan) di sana. Soal handycam, itu bukan dirampas tapi jatuh. Kami sudah perintahkan untuk mencari dan mengganti hal tersebut,” tandasnya.

Jangan Hanya Permintaan maaf saja

Sementra itu Pewarta Foto Indonesia (PFI) Yogyakarta, mengutuk aksi bar-bar yang dilakukan para serdadu tersebut.”Jangan hanya omong kosong dengan mengucapkan permintaan maaf, tak cukup sampai disitu saja, penegakan hukum harus ditegakkan, begitu juga pimpinannya harus mendapat sanksi,” kata Ketua PFI Yogyakarta, Tolhah Hamied, Selasa (16/8/2016).

Menurutnya, tindakan penyerangan terhadap dua wartawan dari MNC TV dan Tribun Medan, tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Apalagi, sebagai prajurit yang mengabdi untuk negara, tapi justru bertindak beringas dengan pamer kekuatan fisik dan senjata menindas masyarakat, juga wartawan.

“Kenapa dengan cara-cara kekerasan, main pukul dan tendang. Secara fisik, TNI AU lebih hebat, tapi tidak bisa dibenarkan dengan menendang, memukul, dan angkat senjata menindas masyarakat sipil,” imbuhnya.

Kejadian kekerasan yang dialami wartawan sering terjadi, dan jarang ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum. Menurutnya, insiden di Medan itu sungguh miris karena prajurit TNI AU mengabaikan ucapan dua wartawan yang tengah bertugas melakukan peliputan.

“Sudah mengatakan kalau dari wartawan, tetap saja dihajar. Kehadiran wartawan disana itu menyampaikan informasi, malah jadi bulan-bulanan prajurit,” sentilnya.
Penasihat PFI Yogyakarta, Pamungkas WS menambahkan, jangan ada lagi kasus penganiayaan terhadap wartawan, baik cetak, televisi, online, maupun fotografer. Sebagai negara hukum, sudah seyogyanya para pelaku mempertanggungjawabkan secara kesatria kesalahannya.

“Udin Bernas mati dibunuh karena berita, kasusnya menguap tak diketahui siapa pelaku dan otak dibalik pembunuhuan Udin. Jangan ada lagi Udin-Udin lain dinegeri ini,” tandasnya.(BB)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *