Prabumulih, newshanter.com – Kegiatan Retreat Pertamina Local Community Leaders Program 2025 yang digelar oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, sejak 9 hingga 23 Juni 2025, menuai sorotan tajam.
Beberapa peserta yang batal mengikuti program tersebut mengungkap adanya indikasi misi tersembunyi di balik kegiatan itu, terutama terkait kewajiban menandatangani surat pernyataan bermaterai yang dianggap memberatkan.
Menurut Rully Pabendra, Ketua Forum Masyarakat Bumi Serepat Serasan (Formas Busser), para calon peserta diwajibkan menandatangani surat pernyataan berisi 10 poin yang menurutnya dapat merugikan secara pribadi maupun institusional.
“Selain sejumlah persyaratan administratif, peserta juga diminta menandatangani surat pernyataan bermaterai Rp10 ribu. Isinya cukup mengikat dan terkesan membebani,” ujar Rully, Sabtu (14/6/2025).
Beberapa poin dalam pernyataan tersebut, lanjut Rully, mencantumkan kewajiban peserta untuk menjaga nama baik Pertamina, membantu menjaga keamanan operasional perusahaan, dan turut serta dalam memfasilitasi penyelesaian persoalan di lapangan.
“Ini berat bagi kami. Jika ada pelanggaran terhadap pernyataan itu, peserta diminta mengembalikan seluruh biaya pelatihan yang telah diterima. Ini bukan sekadar pelatihan biasa, tapi seperti ada misi kontrol sosial terhadap kami,” tegasnya.
Atas dasar itulah, Formas Busser memutuskan untuk tidak mengirimkan lima anggotanya yang sebelumnya telah dijadwalkan ikut serta dalam program tersebut. Menurut Rully, persyaratan tersebut berpotensi mengancam independensi lembaganya yang selama ini berperan sebagai kontrol sosial.
“Terasa seperti upaya membungkam suara-suara kritis. Setelah retreat, peserta akan terikat komitmen sebagaimana isi pernyataan, tanpa imbalan atau honor apa pun. Kami tidak bisa kompromi soal ini,” imbuhnya.
Tak hanya itu, terdapat juga poin yang menyatakan bahwa peserta tidak boleh menuntut untuk diangkat sebagai pegawai Pertamina setelah mengikuti program, serta wajib mematuhi seluruh peraturan selama kegiatan berlangsung.
“Beberapa hari lalu bahkan ada utusan dari Pertamina datang ke rumah untuk membujuk agar kami tetap ikut. Tapi kami tetap menolak selama isi pernyataan tidak diubah,” tambah Rully.
Dari sisi peserta yang hadir, Anton, seorang jurnalis dari Kabupaten PALI, membenarkan adanya surat pernyataan yang dimaksud. Namun, karena dirinya hanya menggantikan peserta lain yang mundur, ia tidak sempat menandatangani dokumen tersebut sebelum akhirnya mengundurkan diri karena alasan pribadi.
“Benar, surat itu memang ada. Tapi saya sendiri tidak tanda tangan karena hanya sebentar di lokasi dan kemudian pulang karena ada urusan lain,” ungap Anton.
Menanggapi hal ini, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten PALI, J. Sadewo, S.H., M.H., mengingatkan bahwa pers di Indonesia dilindungi oleh undang-undang. Ia menegaskan bahwa segala bentuk upaya membatasi atau menghalangi kebebasan pers merupakan pelanggaran hukum.
“Kebebasan pers dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 jelas diatur bahwa menghalangi tugas jurnalistik bisa dikenai sanksi pidana. Jangan sampai kegiatan semacam ini mencederai prinsip-prinsip demokrasi,” tegas Sadewo.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pertamina Hulu Rokan Zona 4 melalui PIC Media, Indrika Eko Sriyatini, belum memberikan tanggapan. Pesan konfirmasi yang dikirimkan melalui WhatsApp belum mendapat balasan dan hanya berstatus centang satu.
Sebagai informasi, Local Community Leaders Program 2025 adalah program pengembangan kepemimpinan komunitas yang diselenggarakan oleh Pertamina Hulu Rokan Zona 4, bekerja sama dengan Batalyon Zeni Tempur II Samara Grawira (SG) Kota Prabumulih. Pesertanya terdiri dari pemuda, aktivis LSM/Ormas, dan insan pers yang berada di wilayah operasional perusahaan. (snt)