Pakar Hukum Sebut Sidang Rakyat 1965 Hanya Pepesan Kosong

Prof-Ko-Swan-Sik-

Jakarta, Newshanter.com — Pakar hukum internasional Prof Ko Swan Sik menilai Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan periode 1965 di Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965 tidak lebih dari ajang untuk memediasi para korban dalam meluapkan perasaannya di hadapan dunia internasional.

Menurut Ko Swan Sik, sidang rakyat yang digelar di Den Haag, Belanda, itu tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjadi rujukan dalam menjustifikasi siapa yang salah dan siapa yang benar di balik peristiwa 1965.

Bacaan Lainnya

“Terlepas dari semua kesaksian yang telah disampaikan di sini, dengan sedikit agak berlebihan, sidang ini bisa dikatakan tidak lebih dari sebuah permainan,” kata Ko Swan Sik dalam sebuah wawancara bersama penyelenggara IPT 65, Yanti Mualim, di arena persidangan Den Haag, Belanda.

Pernyataan Ko Swan Sik yang bertendensi sinis itu bukan tanpa alasan. Selain tidak memiliki payung hukum, Sidang Rakyat 1965 dimaknai tidak lebih sebagai inisiatif para aktivis yang mencari cara untuk menyuarakan perjuangan hak asasi manusia di Indonesia yang selama ini bak membentur tembok.

Kalau pun sidang rakyat yang digelar di Den Haag itu merupakan pengadilan sungguhan yang berkekuatan hukum tetap, Ko Swan Sik sangsi persidangan bisa cukup dengan hanya digelar maraton selama empat hari.

“Ini mungkin butuh waktu empat bulan, satu tahun, atau lebih dari itu,” ujar dia.

Ko Swan Sik berpendapat cara terbaik untuk menuntaskan tragedi 1965 di Indonesia hanya bisa dilakukan oleh institusi pemerintah resmi seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yakni dengan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.

“Peristiwa seperti ini mau tak mau harus harus dituntaskan dalam lingkup nasional, tanpa harus mendapat intervensi dunia internasional,” ujarnya.

Meski demikian, Ko Swan Sik tak menampik Pengadilan Rakyat 1965 pada akhirnya bakal memberikan tekanan moral yang besar terhadap bangsa Indonesia. Hal itulah yang ia yakini akan menjadi inti dari hasil persidangan.

Pandangan serupa dikemukakan oleh Komisioner Komnas HAM Manager Nasution. Ia menyebut IPT 1965 tak punya kekuatan hukum mengikat karena tak terkait dengan lembaga resmi seperti International Criminal Court Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun Manager yakin hasil IPT 1965 akan memperkuat advokasi hukum Tragedi 1965 di level nasional dan internasional. (CNNI)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *