Palembang, newshunter.com – Sebuah kasus hukum yang menyentuh rasa keadilan tengah menjadi sorotan di Palembang. Seorang nenek berusia 70 tahun, Ernaini Binti Syakroni, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta nikah.
Melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Alam Negara & Partners, nenek yang telah mengabdi sebagai pensiunan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) ini mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Palembang.
Penetapan tersangka terhadap Ernaini didasarkan pada dugaan tindak pidana pembuatan dan penggunaan akta palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 dan 264 KUHP, terkait penerbitan duplikat kutipan akta nikah atas nama H.M. Basir Tholib dan HJ. Karmina. Laporan polisi yang menjadi dasar penetapan tersangka ini diajukan oleh Titis Rachmawati pada Agustus 2023.
Kuasa hukum Ernaini menilai penetapan tersangka ini penuh kejanggalan dan cacat prosedur. Mereka menyoroti beberapa poin penting, Tidak Ada Kerugian Korban, Pasal 263 KUHP mensyaratkan adanya unsur kerugian yang dialami korban, namun dalam kasus ini, tidak ditemukan adanya kerugian yang jelas.
Tidak Ada Uji Laboratorium Keaslian dokumen yang dipersoalkan tidak pernah diuji melalui laboratorium forensik, padahal ini merupakan prosedur standar dalam kasus dugaan.
Pengguna Dokumen Telah Meninggal, H.M. Basir, yang merupakan pengguna duplikat akta nikah tersebut, telah meninggal dunia, sehingga unsur pidana pemalsuan menjadi gugur.
Keaslian Dokumen Diakui: Kepala KUA Banyuasin Ill pada tahun 2009, Ahmad Yani, membenarkan bahwa duplikat akta nikah tersebut dikeluarkan oleh KUA yang dipimpinnya dan ditandatangani olehnya.
Pengujian Dokumen oleh Pengadilan: Duplikat akta nikah tersebut telah melalui pengujian di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Agama, dan semuanya membenarkan keaslian dokumen tersebut.
Kuasa hukum menduga kasus ini kental akan nuansa kriminalisasi, Dalam gugatan praperadilan ini, kuasa hukum Ernaini meminta pengadilan untuk Menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan tidak berdasar hukum.
Memerintahkan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Memulihkan hak, kedudukan, dan harkat martabat Ernaini. Memerintahkan kepolisian untuk meminta maaf secara terbuka melalui media massa. Selain itu, mereka juga meminta perhatian khusus dari Kapolri, Kapolda Sumsel, dan Dirkrimum Polda Sumsel. Mereka berencana mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi lI DPR RI untuk membahas kasus ini lebih lanjut. (Nan)