JAKARTA.Newshanter.com – Isu diskrimatif muncul di Indonesia, kali ini menyangkut nama Muhammad dan Ali yang identik dengan identitas seorang muslim. Perlakuan itu sendiri terjadi di autogate Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng.
Perlakukan diskriminatif ini membuat Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Alhabsy berang. Menurutnya, tindakan tersebut jelas-jelas adalah bentuk diskriminasi.
“Ini adalah bentuk diskriminasi. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi di Indonesia, apalagi Muhammad merupakan salah satu suku kata yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia,” kata dia saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Kebijakan pihak imigrasi tersebut, kata Aboe Bakar telah melukai para pengguna dua suku kata nama tersebut. Belum lagi, nama tersebut berhubungan langsung dengan pemeluk agama Islam.
“Selain itu diskriminasi ini juga melukai umat Islam, hal yang demikian sungguh menyakitkan, seolah muslim selalu dicurigai berhubungan dengan aktivitas terorisme,” tegasnya.
Sementara itu Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya, menyebut pemerintah melalui Kantor Imigrasi telah kehilangan nalar sehat dengan membuat aturan pelarangan nama Muhammad dan Ali di autogate Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
“Pemerintah seperti kehilangan nalar sehat dan kehilangan kreativitas untuk menempuh cara-cara yang bermartabat soal monitoring lintas batas warga negara,” kata Harits kepada Okezone, di Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Selain diskriminatif, kata Harits, sistem itu juga bentuk dari mekanisme pemerintah yang menggeneralisasi suatu hal. Dikhawatirkan, pelarangan tersebut menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat.
“Ini sistem atau mekanisme gebyah-uyah (generalisasi) terhadap tiap warga yang memiliki nama Muhammad dan Ali dianggap punya potensi bermasalah terkait isu politik keamanan, yaitu terorisme,” ungkapnya.
Direktur Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu menyarankan pemerintah menghindari cara-cara tendensius yang dapat melahirkan keresahan di tengah umat beragama.
“Dan, tindakan seperti itu sejatinya masuk wilayah sensitif atau SARA yang bisa melahirkan ketersinggungan umat Islam mayoritas di Indonesia,” tegasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan bahwa Islamphobia yang terjadi di negara-negara Barat tidak perlu terjadi di Indonesia.
“Oleh karenanya Dirjen Imigrasi harus segera membenahi persoalan ini, sehingga jangan sampai ada diskriminasi. Apalagi kepada kelompok mayoritas di Indonesia,” pungkasnya.(news/NHo)





