Mahasisiwi FKIP Unsri Menghilang, Keluarga Khawatir Desti Ikut Aliran Sesat

nurhasanah1nurhasanah-saat-menunjukkan-foto-destiPALEMBANG – Nurhasanah (41) tahun , wajanya  terlihat murung tatkala menerima  kunjungan sejumlah wartawan, di di Jalan Sultan Muhammad Mansyur Lrg Alir Gang Pelita 8 Kecamatan IB 1 Palembang, Selasa (18/8/2015).

Kehadiran wartawan di rumah Nurhasanah yang ingin mengetahui tentang menghilangnya Desti putri kesayangannya.

Menurut Nurhasanah puteri pertamanya, Desti Anggraini yang berstatus mahasiswi penerima Bidik Misi FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri) prodi PAUD semester tujuh ini sudah hampir dua pekan pergi dari rumah.

Terakhir Desti pergi berpamitan pada 6 Agustus lalu untuk pergi ke Pondok Pesantren Tahfidz Alquran Anshorulloh yang berada di Ciamis, Jawa Barat.

Meski ia tahu tujuan anaknya tersebut untuk belajar ilmu agama dan mengajar, namun kekhawatiran lain timbul saat ia hilang kontak 15 Agustus lalu.”Pukul 07.00 nomornya nggak aktif lagi dan SMS gagal terus. Sampai sekarang saya tidak bisa menghubunginya,” ujarnya.Desti yang seharusnya mengikuti jadwal PPL saat ini pun tidak memberikan kabar apapun terkait putusnya kontak dengan keluarganya.

Nurhasanah menambahkan, pada tangal 14 Agustus lalu 4 orang teman Desti datang ke rumah guna menanyakan perihal keberadaan Desti.”Mereka pikir Desti sakit, karena sudah 10 hari ini tidak ikut PPL. Apalagi selama ini ia juga tidak aktif lagi kuliah, begitu laporan temannya,” jelasnya sambil memperlihatkan pas poto Desti

Ia pun menceritakan kalau anaknya pergi pamit untuk belajar agama di ponpes tersebut.Awalnya ia mengizinkan, karena menurutnya itu merupakan rangkaian tugas kuliah.”Keganjilan itu muncul, karena Desti pergi mendadak tanpa adanya surat dari kampus atau surat izin lainnya.Ia juga bilang kalau semuanya dibiayai oleh pihak ponpes, dan ia hanya pegang uang Rp 50 ribu,” terangnya.

Dikatakan Nurhasanah puterinya berubah drastis perilakunya sejak semester 5 tahun 2014 lalu.Desti meminta izin darinya untuk mengenakan cadar namun ia tidak mengizinkan.

“Saya jelaskan padanya, kalau kita ini tinggal di kampung. Berpakaian biasa saja asal menutup aurat. Tak perlu bercadar. Namun ia masih ngotot ingin memakai,” ujarnya.Saking inginnya mengenakan cadar, Nurhasanah sampai menangis untuk melarang keinginan keras puterinya tersebut.

Bahkan ia sempat melontarkan kalimat jika Desti masih ingin bercadar, ia putus hubungan ibu dan anak.Sejak itu ia tidak pakai cadar. Dari rumah memang tidak bercadar, tapi setelah di kampusnya Inderalaya sana ia pakai lagi,” jelasnya.
Ia pun terus memperhatikan perubahan putri pertama dari suami pertamanya yang sudah almarhum yakni Syarif dan mengawasi kegiatannya.

“Setiap keluar dari rumah selalu memakai pakaian atau jubah panjang serba hitam. Jadi orang-orang di sini penasaran sekaligus takut, kenapa ia berprilaku aneh seperti itu,” jelasnya.”Perginya juga mendadak, dapat kabar pagi langsung berangkat. Karena kami pikir itu tugas kuliah, makanya kami tidak curiga,” ujarnya.

Sejumlah atribut aneh seperti bendera hitam bertuliskan arab di kosan Desti.

Nurhasanah juga kahwatir kalau anaknya ikut ajaran sesat, menurut Nurhasanah meski saya tidak pernah ke kosannya, namun ada beberapa laporan dari teman-temannya kalau di kosannya itu ada atribut seperti itu. “Padahal sebelumnya Desti ini di asrama, mungkin karena terlalu ramai makanya ia pindah jadi anak kost,” terangnya.

Kekhawatiran lain mencuat tatkala keluarganya memeriksa akun facebook Desti.Dalam akun tersebut, Desti mengunggah foto profil siluet wanita bercadar pada 24 Juli lalu dan background facebooknya juga ada gambar pemuda memegang bendera jihad.”Status terakhirnya berisi ingin mati syahid, pingsan Syahid dan mati syahid. Semuanya tentang perjalanan jihad dan syahid,” jelasnya.

Ia pun berinisiatif mendatangi pihak Unsri guna menanyakan apa saja kegiatan Desti selama ini di kampus.”Saya bertemu dengan kepala prodinya, yakni Sri Sumarni setelah terlebih dahulu kami telepon. Pihak kampus juga sempat menanyakan saya, karena saya ini guru ngaji. Namun saya jelaskan bahwa saya hanya guru ngaji biasa, tidak memiliki ilmu agama yang tinggi. Jadi mana mungkin mempengaruhi anak saya,” ujarnya.

Teman-teman Desti pun menceritakan, bahkan buku yang sering dibacanya pun bukan lagi buku PAUD. Melainkan buku tentang Sunnah Rasulullah dan bagaimana jalan jihad.”Kami khawatir sekali. Semoga saja ia tidak ikut ajaran macam-macam, dan segera pulang dari pon pes tersebut,” ungkapnya.(SP/NHO)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *