Palembang, newshanter.com – Letjen (Purn) H. Alamsyah Ratu Perwiranegara merupakan salah satu tokoh pejuang kemerdekaan di masa revolusi fisik di Sumatera Selatan. Alamsyah Ratu Perwiranegara lahir pada tanggal 25 Desember 1925 kotabumi Lampung, dan meninggal tanggal 8 januari 1998. Riwayat pendidikannya Alamsyah mengenyam pendidikan dasar di Tanjung Karang, kemudian melanjutkan di Lampung Gakuin (setingkat SMP) dan kemudian melanjutkan ke tingkat SMA. Dimasa penjajahan Jepang, Alamsyah mengikuti pendidikan militer Gyu Gun.
Alamsyah memulai pengabdiannya sejak tahun 1943 sebagai kepala staf kompi Gyugun Pengawal Pantai di Krui Lampung, hingga di tahun 1972 beliau memperoleh kepercayaan sebagai Letnan Jenderal TNI dan menjadi Duta besar RI untuk Belanda. Alamsyah Ratu Perwiranegara juga pernah menjabat sebagai Menteri Agama tahun 1978 – 1983 di masa kabinet pembangunan III dan di masa kabinet pembangunan IV beliau pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan tahun 1983-1988. Dalam artikel ini penulis akan membahas tentang perjuangan Alamsyah Ratu Perwiranegara di wilayah Komering tahun 1945-1948.
Berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus1945, sampai di Provinsi Sumatera Selatan kota Palembang, pertamakali di dengar oleh saudara Mailan, seorang operator radio dari Palembang Shimbun pada tanggal 22 Agustus 1945. Kemudian berita ini diteruskan kepada Dr. A. K. Gani salah satu tokoh Nasional dan merupakan Gubernur pertama di Sumatera Selatan. Dr. A.K. Gani langsung menghubungi para tokoh di Sumatera Selatan dan menyebarluaskan informasi tentang kemerdekaan.
Alamsyah Ratu Perwiranegara sejak mendengar berita kemerdekaan Indonesia, beliau dengan tim nya langsung bergerak dan datang ke pelosok-pelosok daerah Sumatera Selatan, untuk menyebarluaskan informasi terkait proklamasi kemerdekaan Indonesia, salah satunya ke daerah Ogan Komering Ulu dan sekitarnya. Alamsyah Ratu Perwiranegara dengan pidatonya membakar semangat juang rakyat, para pemuda serta Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang ada didaerah tersebut, mengajak untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 agustus 1945.
Rakyat menyambut gembira berita proklamasi kemerdekaan Indonesia yang disampaikan oleh Alamsyah Ratu Perwiranegara dan timnya. Dengan modal tekad yang bulat serta keberanian, berkorban harta, tenaga, nyawa, bangsa Indonesia mulai menyusun barisan perjuangan, mengorganisir sistem pemerintahan agar dapat mempertahankan kemerdekaan, dengan semboyan perjuangan “Merdeka atau Mati”.
Pasca perang lima hari lima malam di kota Palembang, yang menyebabkan pihak Indonesia (Sumatera Selatan), harus mundur sejauh 20 Km. Peristiwa tersebut tidak melemahkan perjuangan Indonesia untuk berjuang mempertahanakan kemerdekaan. Salah satu strategi di Sumatera Selatan dalam menyusun gerakan perjuangan nya yaitu di daerah Komering Area, dengan menjadikan Alamsyah Ratu Perwiranegara, sebagai pemimpin di daerah Komering Area, dengan memimpin Resimen 44 Garuda Merah yang berkedudukan di daerah Ogan Komering Ilir, pada saat itu pangkatnya adalah Kapten.
Ketika Belanda melanggar perjanjian yang disepakati, Belanda memasuki batas wilayah garis demarkasi yaitu radius 20 Km dari kota Palembang, menyebabkan terjadinya pertempuran hebat, Belanda melalui kekuatan senjata alat perang dan mobil pancernya untuk menggempur pertahanan pasukan Indonesia di wilayah Komering Area, melihat banyak nya rakyat yang gugur dalam perang, maka Kapten Alamsyah Ratu Perwiranegara menarik mundur pasukan dan menjadikan desa Gunung Batu menjadi markas Resimen 44.
Strategi Alamasyah Ratu Perwiranegara sebagai komandan Komering Area menggerakkan dan mengintruksikan pasukan Resimen 44, bersama rakyat bahu membahu untuk mendirikan dapur umum, menumbangkan pohon-pohon besar sebagai rintangan dan penghalang jalan untuk Belanda, kemudian membuat lobang-lobang perlindungan serta usaha-usaha menghancurkan jembatan, untuk menghambat jalannya pasukan Belanda yang akan kembali memasuki daerah Komering Area.
Meskipun demikian pada tanggal 27 Desember 1947, Belanda tetap melakukan penyerangan di wilayah Gunung Batu, dan mengancam markas Resimen 44 Garuda Merah. Kondisi semakin memburuk karena serangan dari Belanda dari berbagai penjuru yaitu darat dan sungai, kondisi perlawanan yang tidak seimbang antara pasukan Indonesia mengalami kekalahan, menyebabkan pasukan Resimen 44 batalyon garuda merah dibawah pimpinan Kapten Alamsyah Ratu Perwiranegara harus mundur dan mengatur strategi kembali yang berkedudukan di desa Campang Tiga, sehingga tanggal 28 Desember 1947 desa Gunung Batu telah kuasai dan dijadikan markas pasukan Belanda.
Konsolidasi Kapten Alamsyah Ratu Perwiranegara beserta timnya selalu dilakukan disetiap perpindahan pusat kedudukan demi membuka ruang strategi untuk melawan pasukan Belanda yang sangat lengkap dengan alat perang, konsolidasi strategi biasanya dilakukan di salah satu rumah warga dan itu menjadi basis atau markas nya pasukan Indonesia yang tergabung dalam Resimen 44.
Salah satu strategi serangan yang telah dirancang yaitu intruksi Kapten Alamsyah kepada pasukan yang berjumlah 55 orang dengan senjata kecepek dan bambu runcing untuk menyerang serdadu Belanda yang sedang istirahat di rumah warga, perang ini disebabkan oleh, salah satu warga Campangtiga terbunuh oleh pasukan Belanda, pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Alamsyah dengan strategi gerilya nya, berlangsung di hutan Campangtiga atau dikenal dengan istilah Talang Gabul, Cugumilang dan Pamorangan, namun di awal tahun 1948 desa Camapang Tiga dapat dikuasai juga oleh Belanda, penguasaan tersebut berlangsung hingga persetujuan Renville, dan Kapten Alamsyah Ratu Perwiranegara sebagai ketua tim untuk menarik seluruh pasukan dari “Pocket Area” yang masih berada di hutan-hutan di daerah front Komering, tugas tim ini dilakukan sampai penyerahan kedaulatan Republik Indonesia.
Demikianlah tulisan singkat tentang kisah perjuangan salah satu tokoh lokal Alamsyah Ratu Perwiranegara diwilayah Komering, mesikipun selalu mengalami kemunduran dan kekalahan, tapi hikmah yang patut kita ambil adalah semangat juang yang tak pernah padam, untuk menjaga dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. ***
Penulis : Vixkri Mubaroq. S.Hum Guru SD IT Bina Ilmi Palembang