Baqir Manan: “Saya Sedih kok kepala institusi wartawan seperti itu”..

Pemred dan Wakil Pemred dan Wartawan News Hunter befoto bersama dengan mantan ketua dewan Pers Baqir Manan usai HPN di Pantai Padang Jumat (-9/02/2018)

Jakarta – Newshanter.com. Ketua Dewan Etik Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Bagir Manan, menyampaikan bahwa terkait pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN) agar diserahkan kepada Dewan Pers.
“Hak pelaksanaannya serahkan ke Dewan Pers saja,” ujarnya, melalui keterangan resmi diterima di Jakarta, Senin (12/02/2018).

Menurut Baqir Manan, Dewan Pers yang berkantor di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, adalah milik seluruh konstituen kewartawanan di Indonesia.

“Bahwa panitia pelaksana nantinya bukan unsur Dewan Pers, tapi oleh salah satu ketua atau pengurus dari organisasi lain tidak masalah, yang penting kepanitiaan dikoordinasi Dewan Pers,” ujar Bagir.

Diketahui, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), mendesak agar pelaksanaan HPN direvisi. Terutama menyangkut tanggal, di mana 9 Februari sejatinya itu adalah hari kelahiran organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Peringatan tahunan ini mulai dilakukan setelah Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 5/1985 yang menetapkan tanggal itu sebagai HPN.

Setelah Soeharto lengser menyusul gerakan reformasi 1998, ada sejumlah perubahan penting yang terjadi.
Dalam bidang media, hal itu ditandai dengan lahirnya UU Nomor 40/1999 tentang Pers.Sejumlah regulasi Orde Baru di bidang pers juga dikoreksi, termasuk di antaranya adalah pencabutan SK Menter Penerangan Nomor 47/1975 tentang pengakuan pemerintah terhadap PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia.

Kelahiran UU Nomor 40/1999 tentag Pers juga mendorong organisasi profesi lain wartawan bermunculan, selain perusahaan media-media baru. Sebelumnya regulasi media cetak diatur ketat melalui Peraturan Menteri Penerangan Nomor 01/Per/Menpen/1984 Tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers.

Ketentuan soal SIUPP ini juga akhirnya dicabut pemerintah pada 1999. Tapi, HPN tetap 9 Februari mengacu hari lahir PWI. Padahal saat ini organisasi wartawan bukan hanya PWI.Dia menilai, gejolak ingin keluar dari kungkungan PWI itu masuk akal karena saat ini organisasi wartawan tidak tunggal.

Dia mengaku paham gejolak penggantian tanggal itu dipicu ulah Ketua Umum PWI, Margiono, yang tidak memiliki etika yang kuat karena terjun ke politik praktis sebagai calon bupati Tulungagung tapi masih menjabat ketua umum PWI.Hal ini dinilai mencederai etika independensi wartawan dan menjatuhkan kredibilitasnya.

“Ya Margiono merasa perlu untuk tampil pidato di depan presiden, dengan memberikan pujian supaya mencerminkan bahwa dia mendukung Jokowi dan berharap dapat dukungan pencalonannya,” kata Bagir.

Tapi, alih-alih memanfaatkan pidato yang elegan, dia menilai ketua umum PWI malah melakukan stand-up comedy. “Saya sedih, kok kepala institusi wartawan seperti itu,” katanya.

Sejatinya bahwa pertemuan di Solo pada 1949 itu bukan hanya membahas soal PWI tapi itu kali pertama membahas tentang pra-perjuangan. Hanya kebetulan saja bareng acara PWI, tapi justru ajang pembahasan penting untuk tonggak perjalanan dunia kewartawanan berikutnya.

Manan tidak bisa menyepakati mana yang lebih pas apakah Februari atau November pelaksanaan yang sesuai. Masing-masing memiliki alasan dan landasan yang bisa diperdebatkan.

“Kalau paling gampang kapan tonggak pers, tapi tidak ketemu titiknya, bagaimana kalau HPN disamakan dengan sejak republik ini berdiri saja, 17 Agustus. Biar sepakat dan tak ada yang merasa paling benar,” ujarnya.Ia menyarankan agar permasalahan ini disampaikan ke pemerintah agar dibahas bersama.

Ketua PWI Pusat Ajak Masyarakat Sumbar Pilih Jokowi

Sementra itu Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)  Margiono dalam sambutan pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Padang, Sumatera Barat. Margiono  mengajak masyarakat Sumatera Barat  kembali memilih Presiden Jokowi dalam Pemilu Presiden 2019 mendatang.

Margiono bercerita, bahwa saat menginjakkan kaki di Sumatera Barat, Ia melihat begitu banyak baliho dan spanduk sambutan acara HPN 2018. “Luar biasa banyaknya ucapan selamat datang dan terima kasih, banyak saya lihat bertuliskan mokasi,” katanya, Jumat, 9 Februari 2018.

Margiono mengaku, bertanya ke Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, arti dari “Mokasi”. Irwan pun, katanya, menjelaskan bahwa arti dari Mokasi adalah Terima Kasih.

“Bukan mau kasih ?” kata Margiono. “Nah bisa juga itu,” katanya menirukan jawaban dari Irwan Prayitno.

Kepada Gubernur, Margiono pun mengatakan, “Kalau Bapak Presiden sudah kasih ke Sumbar (Sumatera Barat), Sumbar kasih apa? kasih aja bapak presiden suara yang banyak untuk 2019.” Selorohan dari Margiono ini sontak memicu gelak tawa dari peserta acara.

Ia melanjutkan bahwa jika terbukti kinerja Jokowi baik, maka tentu akan dipilih kembali oleh masyarakat. “Saya takut dimarahi soal ini, tapi tidak apa apa.”

Margiono belum berhenti. Ia mengatakan bahwa di sepanjang jalan di Kota Padang, Baliho Irwan Prayitno pun juga banyak dipasang. “Saya pikir untuk apa, kan sudah dua kali juga,” katanya yang lagi-lagi membuat peserta acara tertawa.  Irwan saat ini tengah menjabat sebagai gubernur Sumatera Barat untuk periode kedua.(Ant/01)

 

Pos terkait